Monday, June 6, 2011

Jangan Pisahkan Kami!

Salah satu topik hangat yang cukup menjadi perdebatan di kalangan siswa SMAN 3 Bandung angkatan 2013 adalah masalah "Pemisahan Kelas". Ya, masalah ini sudah cukup menjadi rutinitas sekolah di tingkat menengah pertama bahkan sekolah dasar. Saya pun baru mulai memikirkannya di SMA ini. Angkatan kami yang menggunakan sistem SKS pada awal semester dua sudah dipecah lagi, padahal konkritnya, sebuah kelas seharusnya utuh hingga pergantian tahun ajaran. Nyatanya, kami baru mulai menjalin kedekatan, dan tiba-tiba dipisah kembali.

Di kelas baru pun, saya sempat merasakan ketidaknyamanan luar biasa, karena beberapa hal, seperti:
  1. Saya bukan orang asli Bandung, sehingga belum ada yang benar-benar kenal.
  2. Yang berasal dari kelas sebelumnya juga tidak terlalu banyak.
  3. Saya baru masuk setelah dua hari izin sakit.

Berdasarkan beberapa pertimbangan itu, saya sempat merasa kecewa karena minggu pertama saya terasa begitu membosankan, hingga saya nyaris terus bergaul dengan teman-teman dari kelas terdahulu.

Dan tanpa saya sadari, kelas saya saat ini menjadi salah satu kelas terbaik yang pernah saya tempati, sudah bisa menyeimbangi posisi kelas 9F di hati saya. Tipikal kelas yang saya tempati biasanya selalu ribut, terkadang sulit untuk merasa respect kepada guru yang tidak bisa membuat kami merasa respect, kritis dan aktif. Tipe kelas yang sedari dulu selalu saya tempati.

Kami bahkan punya nama kelas yang cukup kece, Simaung. Kami bahkan sudah membuat jersey kelas yang tidak kalah kece. Semakin banyak ke-kece-an di kelas kami yang membuat saya semakin jatuh hati dan semakin menyayangkan bila kami harus dipisah, lagi.

Dan sekarang sudah mendekati akhir kelas satu, akhir tahun ajaran 2010/2011. Satu-satunya hal yang membuat saya stress: Masalah Pemecahan Kelas.

Awalnya, saya mendengar ada beberapa kelas yang mengalami masalah kelas dan tidak nyaman, meski rumornya, sekarang masalah tersebut sudah berkurang dan keakraban masing-masing kelas sudah mulai terjalin. Meski saya terlihat sangat biasa, tapi perlu ditekankan lagi bahwa Masalah Pemecahan Kelas

ini menjadi hal yang cukup menekan saya selama beberapa minggu terakhir.

Beberapa alasan yang seharusnya kita pertimbangkan mengenai mengapa kelas seharusnya tidak dipecah lagi adalah berikut:

  1. Kita adalah siswa SMA yang tidak perlu lagi didikte dan dibantu lagi oleh pihak sekolah dalam menjalin keharmonisan kelas. Keselarasan dan kekompakan kelas hanya bisa dan sekali lagi, hanya bisa, diciptakan oleh penghuninya sendiri, tidak peduli bagaimana guru ikut campur. Bukan berarti kelas yang asyik karena di kelas tersebut ada anak-anak yang hobi melawak, sehingga kondisi kelas terasa selalu menyenangkan. Bukan, kondisi kelas yang harmonis sekali lagi bergantung pada penghuninya, baik mayoritas maupun minoritas.

  2. Pemikiran bahwa berada di kelas yang terlihat kompak dan ramai akan jauh lebih mengasyikkan dari kelas yang saat ini menurut saya sangat salah, karena sekali lagi, kelas yang ramai hanya bisa diciptakan karena penghuninya yang berkeinginan untuk menciptakan kondisi seperti itu. Bukan jaminan bila kita masuk ke dalam kelas yang menurut pandangan kita sangat seru, maka kelas itu akan sama harmonisnya dan kompaknya dengan kita tidak masuk. Peranan setiap penghuni sangat berpengaruh dalam menciptakan kondisi kelas, dan kelas yang menurut kita menyenangkan belum tentu cocok dengan diri kita, karena sekali lagi, tergantung dari kita yang menciptakan kondisi.

  3. Pemisahan kelas menandakan bahwa kita hanya bisa lari dari masalah kelas yang kurang harmonis, dan tanpa usaha untuk menyesuaikan diri, kita lebih memilih untuk diacak kembali. Padahal, kelas yang kompak dan harmonis membutuhkan waktu dan proses dalam usaha meraih kondisi tersebut. Mungkin ada kelas yang cepat meraih kondisi yang kompak karena penghuninya menginginkan hal tersebut, ada juga yang lambat karena penghuninya masih berusaha membuka diri dan membutuhkan titik di mana mereka semua dapat terbuka satu sama lain.

  4. Kelas yang harmonis tidak selamanya harmonis dan kompak. Ada kalanya di saat kita sudah terbiasa satu sama lain, kekesalan yang sempat terpendam memuncak dan mulai muncul perasaan kesal satu sama lain. Di saat seperti inilah yang menjadi puncak di mana kita bisa merasakan suka-duka dari berkeluarga di kelas. Semakin banyak masalah yang dihadapi, semakin banyak penyelesaian yang dihasilkan, semakin kuat pula ikatan warganya. Analogikan saja seperti keluarga, tidak selamanya senang dan bahagia, tapi dengan adanya masalah, suatu keluarga pun akan semakin kuat ikatan batinnya.

  5. Bila kita merasa iri dengan keharmonisan kelas lain, pikirkanlah cara agar Kita bisa menciptakan kondisi kelas yang lebih mengasyikkan dari kelas tersebut, bukan malah terpuruk dan merasa tidak betah. Bila merasa berbeda, Ubah menjadi yang lebih baik. Bila merasa kurang aktif, Berusaha menjadi lebih aktif. Bila merasa kurang ramai, Kondisikan kelas menjadi lebih mengasyikkan. Kita tidak bisa bergantung pada orang lain untuk menciptakan sesuatu yang kita inginkan, Kita yang membuat apa yang kita inginkan!

  6. Beberapa pemikiran yang mengatakan bahwa kalau kelas tidak dipecah, maka kita tidak akan bisa akrab dengan satu angkatan, menurut saya pemikiran yang kurang tepat untuk anak SMA. Bung, Kita bukan anak kecil lagi! Di saat masa sekolah dan gejolak remaja memuncak di masa SMA, sudah saatnya kita mulai meresapi maksud dari keluarga di sekolah. Apa keuntungan dari berteman dengan semuanya, tapi tidak ada satupun di antara mereka yang kita benar-benar merasa nyaman, yang menerima kita sepenuhnya, dan sudah melewati suka-duka bersama? Ujung-ujungnya, pemisahan kelas secara rutin hanya akan menciptakan pribadi yang individualis, tidak peduli dengan rekannya, karena sekolah sudah mengkondisikan kita untuk berdiri sendiri, berinteraksi sendiri. Memang baik berteman dengan semua, tapi akan lebih menyenangkan bila kita bisa benar-benar dekat dengan warga kelas, sehingga setidaknya, ada komunitas yang benar-benar menerima dan mengerti kita, layaknya sahabat dan keluarga.

  7. Kalau masih ada yang merasa ingin dipisah, mari kita lihat mayoritas dan minoritas, dalam artian bahwa, dalam suatu negara, keinginan mayoritas tetap diikuti dengan menjamin hak asasi kelompok minoritas. Bagi mereka yang begitu ingin memisahkan diri dari kelas dan ternyata termasuk kelompok minoritas, seharusnya bisa memikirkan juga efek dari memaksakan kehendak yang sudah berlawanan dengan mayoritas. Toh, meski misalnya, kelompok mayoritas yang mendapat suara, hak minoritas akan tetap terjamin, karena kehidupan sekolah layaknya suatu negara. Jangan lupa pula, di saat kita memikirkan hak kita sebagai mayoritas, ada poin-poin penting di atas yang perlu kita usahakan dan pikirkan lagi sebagai kewajiban kita sebagai warga, bukan mayoritas atau minoritas.

  8. Dan berjuta alasan lain mengapa kelas sebaiknya tidak dipisah.

Yang ingin saya tekankan sekali di sini adalah:

Kita yang menciptakan apa yang kita inginkan, bukan guru, sekolah, atau orangtua. Berhenti melihat dan berusaha menjadi bagian sesuatu dan mulailah MENCIPTAKAN kondisi yang kita inginkan. Kondisi kelas atau kondisi apapun bergantung kepada PENGHUNInya, bukan guru, sekolah, atau orangtua. Jangan mengeluh dan berhenti merasa iri, karena belum tentu apa yang kita harapkan sesuai dengan apa yang kita rasakan, karena sekali lagi, USAHA DAN PROSES MEMPENGARUHI HASIL.

Semoga hal di atas membawa manfaat bagi murid sekolah siapapun yang membaca dan menjadi renungan kita untuk memikirkan hal-hal bahwa kita bukan lagi anak kecil.

Ya, mungkin terkesan berlebihan karena saya membahas hal semacam ini, tapi sekali lagi, ini usaha saya untuk mencapai apa yang saya impikan, begitu juga dengan yang seharusnya kalian lakukan.

Thanks before for your great attention, and please consider these stuffs better,

Good night.



 
Sincerely,

Dina Puspita Sari